SEJARAH PONDOK

Pendirian
Latar Belakang
Ada beberapa alasan mengapaa Cendekia didirikan, di antaranya:


Pada bulan Oktober 1992 saya selesai kuliah di FKIP Universitas Mataram dan Nopember 1992 saya mulai megajar di Madrasah Aliyah Mu’allimin NW Pancor. Pada bulan Januari 1993, saya diterima menjadi dosen di STKIP Hamzanwadi Pancor (kini Universitas Hamzanwadi) dan pada bulan Juni 1993 saya diajak menjadi dosen di STIT Hamzanwadi Pancor (kini Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor) oleh Ketua STIT Hamazanwadi saat itu  Bapak Drs. H. Abdul Hayyi Nu’man. Perkenalan saya dengan ketua STIT Hamzanwadi ini atas rekomendasi dari Kepala  Madrasah Aliyah Mu’allimin NW Pancor saat itu, Bapak Drs. H. Sahafari Asy’ari. Di STIT Hamzanwadi dan di Madarasah Aliyah Mu’allimn NW Pancor seluruh kemampuan saya tentang pendidikan saya usulkan dan aplikasikan  sehingga saya kelihatannya sangat aktif dan sibuk karena banyak kegiatan yang sebelumnya tidak ada menjadi ada di sekolah dan di kampus tersebut. Dalam keaktifan ini sepetinya pimpinan memberikan apresiasi sehingga saya diusulkan ke yayasan menjadi Wakil Kepala Urusan Kesiswaan pada Madrasah Aliyah Mu’allimin NW Pancor dan menjadi Pembantu Ketua III Urusan Kemahasiswaan pada STIT Hamzanwadi Pancor. Dalam keaktifan saya di kampus ini ternyata diperhatikan juga oleh salah seorang dosen STIT Hamzanwadi dan tokoh Nahdlatul Wathan, yakni Bapak Drs. H. Syihabudin Rahman  Kelayu. Satu malam setelah magrib di rektorat Kampus STIT Hamzanwadi/ruang dosen beliau memanggil saya dan mengajak saya ngobrol  tentang kampus, madrasah, dan organisasi. Dalam obrolan  ini, beliau bilang, “Pak Mugni, saat kami di Mu’allimin dulu Maulana Syaikh sering sekali bilang, ‘Saya sangat bangga dan senang pada murid saya yang bisa membangun madrasah’ Alhamdulillah, teman-teman di Mu’allimin dulu rata-rata sudah punya madrasah. Saya sudah punya di rumah di Kelayu sekalipun kecil, Pak  Hayyi sudah punya juga di rumahnya di Dasan Tumbu. Pak Mustamik sudah juga di rumahnya di Suralaga. Pak Sahafari sudah punya juga di rumah di Penendem Keruak. Tapi Pak Mugni gak perlu mendirikan karena di Kalijaga kan sudah ada madrasah yang dibangung Tuan Guru Saleh, tinggal Pak Mugni melanjutkan dan mengembangkannya saja”. Saya pun langsung menyela, “Oh mudahn kita punya juga Ustad”. Beliau menyahuti, “mudah-mudahan alangkah bagusnya”. Dalam tahap selanjutnya saya cukup akrab dengan belaiu. Bahkan saya telah mengaggap beliau sebagai guru oragnsasi saya. Saya sering bilang  bahwa guru organisasi saya di Nahdlatul Wtahan ada 3, yakni Drs. H. Abdul Hayyi Nu’man, Drs. H. Sahafari Asy’ari, dan Drs. H. Syihabudin Rahman. Beliau-beliau ini tidak pernah mengajar saya di kelas karena saya tidak pernah sekolah di Pancor. Saya menjadi abituren Nahdlatul Wathan dari Pondok Pesanatren Darussholihin NW Kalijaga yang didirikan oleh TGH. Muhammad Shaleh Ahmad. Di pondok pesaantren inilah saya menyelesaikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Dari tahun 1994 sd. 2005 kami aktif di Pengurus Daerah NW Lombok Timur besama ketiga tokoh Nahdlatul Wathan ini. Bapak Drs. H. Abdul Hayyi Nu’man menjadi Ketua Umum, Bapak Drs. H. Sahafari Asy’ari menjadi Sekretaris Umum, Bapak Drs. H. Syihabudin Rahman menjadi Wakil Ketua dan saya menjadi Wakil Sekretaris. Setelah  Bapak Drs. H. Abdul Hayyi Nu’man menjadi Sekretaris Jenderal PBNW hasil Muktamar ke-10 di Praya, Ketua Umum Pengurus Daerah NW Lombok Timur dijabat oleh Bapak Drs. H. Syihabudin Rahman dan Pak Sahafari dan saya tetap pada jabatan semula. Apa yang disampaikan oleh Bapak Drs. H. Syihabuddin ini tetap terpatri dalam benak saya bahwa satu saat saya harus punya madrasah  karena ingin juga dibanggakan oleh Sang Maha Guru Al-Magfurulah Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagi pendiri Nahdlatul Wathan. 

Setelah sarjana saya aktif ikut mendirikan madrasah Nahdlatul Wathan. Bahkan menjadi insiator pendirian SDI dan SMK NW serta 2 perguruan tinggi  Nahdlatul Wathan. Seluruh administrasi pendirian lembaga pendidikan dari tingkat TK sampai dengan perguruan tinggi pernah saya lakukan dan mengurus/ menyelesaikan seluruh proses perijinannya. Tetepi setelah saya menjadi doktor  dalam bidang pendidikan (Maret, 2012) cukup banyak konsep-konsep tentang pendidikan tidak bisa saya terapkan dengan maksimal bila saya masih berada di bawah perintah orang lain karena konsep-konsep itu harus dikonsultasikan dulu. Bisa saja konsep yang saya ajukan tidak diterima karena berbedanya sudut pandang/pengalaman atau perbedaan-perbedaan yang lain. Banyak ahli yang bilang, “pengalaman adalah peristiwa masa lalu dan di antara fungsi ilmu adalah prediksi masa depan. Masa lalu adalah pelajaran, masa kini adalah kenyataan, dan masa depan adalah harapan”. Untuk mewujudkan konsep-konsep tentang pendidikan (pondok pesantren)  tersebut maka keingiann untuk mendirikan madrasah (pondok pesantren) menjadi semakin tidak terbendung. Dengan bekal keyakinan dan tekad yang mantap maka pada tanggal 17 Sya’ban 1434 H./26 Juni 2013 saya dirikan Pondok Pesantren Cendekia Darul Lutviyah Murni NW Aikmel. 

Pendirian Pondok Pesantren Cendekia di samping dengan 2 alasan di atas juga sebagai lokasi untuk mengembangkan ilmu pendidikan. Cendekia sebagai lobarotarium untuk meneliti/mengkaji setiap fenomena kependidikan yang muncul untuk pengembangan ilmu pendidikan.
Pilihan Nama
Banyak yang bertanya tentang nama pondok pesantren ini. Pondok Pesantren Cendekia Darul Lutviyah Murni Nahdlatul Wathan. Dalam nama ini ada 3 kata yang perlu mendaptkan penjelasan, yakni (1) Cendekia; (2) Lutviyah; dan (3) Murni. Cendekia adalah visi pondok ini, yakni Cerdas, Ekonomis, Nasional, Demokratis, Kreatif, Indah, dan Amanah. Lutviyah adalah gabungan dari nama kedua putri saya, yakni Siti Nurlaeli Lutviani Murni dan Siti Olega Adawiyah Murni. Lutv....dari Lutviyani dan ....iyah dari Adawiyah. Sedangkan Murni adalah gabung dari nama saya dan istri. Mugni dan Herni Widiyanti. Dalam bahasa Arab, Lutviyah besal dari kata latif yang artinya halus, lebut, damai. Sedangkan Darul artinya kampung atau desa. Jadi Darul Lutviyah artinya kampung yang damai. Diharapkan juga warga pondok pesantren ini menjadi orang-orang yang berhati halus dan bersikap yang lembut. Pondok Pesantren Cendekia Darul Lutviyah Murni Nahdlatul Wathan dibakukan singkatannya menjadi Pontren Cendekia DLM NW Aikmel.
Pilihan Lokasi
Saat berencana mendirikan pondok pesantren, banyak tokoh-tokoh di kampung di Kalijaga menyarankan saya supaya mendirikan di Kalijaga saja. Tetapi saya jawab bahwa di Kalijaga sudah ada pondok pesantren dan bila mendirikan di Kalijaga konsep tentang pondok pesantren sesuai dengan teori pesantren tidak akan bisa maksimal diwujudkan karena di Kalijaga tidak banyak sumber air. Bila dipaksakan maka paling-paling akan menggunaka sumur bor. Sumur bor akan memperbanyak pengeluaran untuk menggali dan biaya listrik. Di samping itu sumur bor juga akan merugikan orang lain karena akan membuat sumur dangkal milik warga akan menjadi kering. Sumur bor akan menarik/menyerap air-air sumur dangkal lebih-lebih pada musim kemarau. Untuk itu, saya harus mencari lokasi yang banyak air tetapi tidak keluar dari Kecamatan Aikmel. Karena saya dilahirkan dan dibesarkan di Desa Kalijaga yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Aikmel. Bahkan menurut cerita orang-orang tua di Kalijaga bahwa Desa Kalijlah desa induk di Kecamatan Aikmel. Desa Aikmel yang telah mekar menjadi banyak desa saat ini yang salah satunya Desa Toya merupakan bagian/wilayah Desa Kalijaga.  Salah satu elemen pondok pesantren adalah asrama. Kehiduapn di asrama akan berjalan dengan baik bila didukung dengan ketersediaan air yang memadai. Untuk itu, saya mencari lokasi yang banyak air. Tentang perlunya sumber air yang menjadi kebutuhan utama di asrama juga merupakan saran dari putri kedua saya “Siti Nurlaeli Lutviani Murni” yang pernah mondok (nyantri) kala SMP. Putri saya bilang, “Kalau Bapak jadi buat pondok pesantren, harus banyak air Pak, supaya tidak lama antri wudhu, mandi, nyuci, dan lain-lain. Jadi santri  bisa didisiplinkan dan tidak bisa buat-buat alasan” Alhamdulillah Allah Swt. memberikan jalan dan ditemukan lokasi di Dusun Aiklomak Desa Toya Kecamatan Aikmel. Dengan demikian, Pondok Pesantren Cendekia DLM NW Aikmel berlokasi di Dusun Aiklomak Desa Toya Kecamatan Aikmel Lombok Timur. Lokasi ini dikelilingi oleh 7 mata air, yakni (1) Mata Air Aiklomak; (2) Mata Air Umalan Rengget; (3) Mata Air Aikmalang; (4) Mata Air Aikbakang; (5) Mata Air Maloang; (6) Mata Air Aikbakong; dan (7) Mata Air Umalang Seber.  Mata air yang berada di lokasi Pesantren Cendekia, yakni Mata Air Aiklomak (100 Meter), Mata Air Umalang Rengget (nol meter), Mata Air Aikmalang (100 meter), dan Mata Air Aikbakang (350 meter).

Maksud
Di antara maksud pendirian Pondok Pesantren Cendekia DLM NW sebagai berikut :
Pondok pesantren ini dibangun dengan menggunakan konsep pondok pesantren yang asli, yakni lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya ada 5 elemen, yakni asrama, santri, masjid, kajian kitab, dan kiyai (tuan guru/ustad/pengasuh). Pondok pesantren yang menjalankan fungsi dasarnya, yakni transper ilmu-ilmu keislaman, pelestarian tradisi keislaman, dan reproduksi ulama. Untuk itu, hal utama yang dilakukan oleh pondok pesantren adalah megajar santrinya membaca Al-Qur’an. Pondok pesantren Cendekia DLM NW ingin melaksanakan fungsi-fungsi tersebut. Tempat belajar membaca Al-Qur’an, tempat melestarikan tradis Keislaman, dan mudahan ada di antara santri yang belajar di Cendekia  menjadi ulama di masa depan.
Tantatang pendidikan di masa kini sangat komplek. Dunia pendidikan telah banyak yang kehilanagn jati diri untuk melahirkan anak-anak yang berbudi lihur. Cendekia ingin mencetak gerasi Islam yang berbudi tinggi dan siap bersainag di era global. Mereka siap memasuki dunia gelobal dengan budi, ilmu dan kemampuan berbahasa internasional.

Saya sering bilang, “sebagai orang NW maka putra-putri kita harus pernah sekolah di sekolah/madrasah NW. Ini langkah kita untuk mewariskan NW kepada keturunan kita sesuai dengan bai’at yang telah kita ikrarkan sesuai dengan harapan Maulana Syaikh. Tapi banyak orang NW tidak menyekolah putra putrinya di sekolah/madarsah NW. Alasannya macam-macam, di antaranya sekolah NW tidak bermutu, tidak mampu bersaing dengan sekolah-sekolah negeri atau sekolah swasta yang dikelola oleh organisasi lain. Cendekia ingin memberikan jawaban atas sikap apreori tersebut. Seluruh sekolah bermutu “mahal”. Pada sekolah-sekolah bermutu itu “orang NW” siap membayar. Mengapa di sekolahnya sendiri tidak siap? Putra-putri orang NW harus pernah sekolah di sekolah/madrasah NW supaya mereka tau tradisi NW, seperti hiziban, sholawat nahdlatain, doa pusaka (robbanafanabima),  dan HULTAH NWDI. Inilah tradisi utama Nahdlatul Wathan warisan Muala Syaikhh. Bukankah salah satu fungsi utama pondok pesantren adalah pelestarian tradisi keislaman. Jadi salah satu fungsi fungsi utama pondok pesantren Nahdlatul Wathan adalah pelestarian tradisi ke-Nahdlatul Wathan-an. Cendekia akan lebih bermutu bila wali santri siap untuk “membayar”. Saya juga sering bilang, terutama dihadapan mahasiswa bahwa sekolah murah apalagi gratis itu... tidak bermutu. Lingkungan Cendekia yang merupakan karunia Allah Swt. sangat mendukung untuk membangun sekolah/madrasah bermutu. Cendekia menjadi alternatif pilihan bagi jamaah NW dalam menyekolahkan putra-putrinya. Tapi Cendekia bukan hanya untuk anak-anak jamaah NW melainkan untuk semua umat Islam. “Niat belajar yang utama. Nahdlatul Wathan akan jadi pagarnya”.

0 Response to "SEJARAH PONDOK"

Post a Comment